“Membaca dan Menulis bukan seruan saya, tetapi seruan Tuhan, maka ayo kita membaca dan menulis.”
Bandung dan Sumedang, dua permata di tanah Priangan, menyimpan jejak sejarah yang kaya dan penuh makna. Di balik keindahan alam dan keragaman budaya yang memikat, tersembunyi kisah tentang dua pemimpin visioner yang telah membentuk identitas daerahnya masing-masing— Raden Adipati Aria Martanagara dan Pangeran Adipati Aria Soeria Atmadja.
Raden Adipati Aria Martanagara, Bupati Bandung periode 1893 hingga 1918, adalah sosok pembaharu yang menghadapi tantangan dualisme kepemimpinan dan tekanan kolonial dengan kecerdasan dan diplomasi. Di tengah keterbatasan kekuasaan yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial, Martanagara fokus membangun Bandung dengan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia mengurug rawa-rawa menjadi lahan produktif, meningkatkan produksi pertanian, membangun irigasi, dan memperbaiki kondisi perumahan penduduk. Dengan pendekatan yang humanis dan terjun langsung ke lapangan, ia berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat dan membawa perubahan nyata bagi Bandung.
Keberpihakannya pada pendidikan dan budaya juga patut diapresiasi. Martanagara mendukung pendirian Sakola Istri yang diprakarsai oleh Raden Dewi Sartika, walau sesungguhnya di antara mereka terdapat konflik terkait perseteruan ayahanda Dewi Sartika dengan Martanagara tatkala Martanagara hendak diangkat menjadi Bupati Bandung. Ia pun mendirikan Bale Kabudayaan
Priangan sebagai pusat pengembangan seni dan budaya Sunda. Karya-karyanya sebagai sastrawan turut memperkaya khazanah sastra Nusantara.
Pangeran Adipati Aria Soeria Atmadja, Bupati Sumedang dari tahun 1883 hingga 1919, adalah figur kharismatik yang dijuluki “Pangeran Mekkah” setelah wafat di tanah suci. Melalui kebiasaannya “ngaronda” atau blusukan malam hari, ia secara langsung mengamati kondisi rakyatnya dan merespons situasi yang ada dengan berbagai kebijakan yang berpihak pada mereka.
Perhatiannya pada ekonomi rakyat kecil diwujudkan dengan mendirikan Bank Priyayi dan Bank Desa untuk melawan praktik rentenir dan membantu petani serta pengusaha kecil. Ia juga mendorong industri tenun “Kentreung”, sehingga ekonomi Sumedang menjadi dinamis dan berkembang. Kepribadiannya yang religius dan dianggap memiliki ucapan bertuah menambah wibawanya di mata masyarakat.
Book Audio
Penulis: